Sebatang Kara tapi Tak Lantas Menderita

Dalam perjalanan pulang dari Batu pada Ahad (28 Nov) ini, terdengar suatu lagu merdu dari radio. Dari suara khasnya, bisa ditebak bahwa itu suara emas Sam Smith. Setelah sampai di rumah, kuputuskan mencari lirik lengkapnya. 

Ternyata, lagu itu berjudul You'll be found dari OST Dear Evan Hansen. Lihat cuplikan liriknya di bawah ini.   

Have you ever felt like nobody was there?
Have you ever felt forgotten in the middle of nowhere?
Have you ever felt like you could disappear?
Like you could fall, and no one would hear? 

Bila diterjemahkan, kira-kira begini:

Pernahkah kau merasa sebatang kara?
Pernahkah kau merasa terlupakan di tengah belantara?
Pernahkah kau merasa sebaiknya lenyap saja?
Semisal, kau terjatuh dan tak ada siapa pun yang mendengarnya? 

http://www.impawards.com/2021/dear_evan_hansen_ver4.html

Setelah melihat trailer film musikal tersebut, lagu yang mengiringinya menyeretku ke masa lalu. Sebagai anak introvert sekaligus yatim, ada sisi di diri ini yang merasa seperti bagian dari lagu itu. Selain itu, rasanya aku ini berbeda. Seperti selalu jadi seorang misfit.

Beberapa orang mengistimewakan karena status anak yatim itu. Di sisi lain, di keluarga sendiri, aku selalu tersisih. Tak ada satu tindakan pun yang benar. Semuanya keliru. Tak ada satu prestasi pun yang cukup diapresiasi. Semuanya remeh. Pernah, aku menempati ranking 1, dan rasanya seperti tidak ada apa-apa. Semuanya berjalan seperti biasanya. Aku tak cukup disayangi seberapa besar upayaku untuk membuat bangga orang tua. Aku terjebak dalam asumsi pikiran itu sendiri lama sekali.

Bertahun-tahun aku terjebak dalam asumsi semacam itu. Kondisi itu menciptakan seorang bocah yang selalu menerapkan mekanisme pertahanan diri. Baginya, setiap hari adalah perjuangan untuk bertahan dari gempuran-gempuran. Setiap hari adalah beban pertempuran yang harus dijalani dan diselesaikan. Meskipun memiliki banyak teman, si bocah kecil bernama "aku" itu tak pernah bisa benar-benar percaya orang lain. Trust issues. Bahkan kepada keluarganya sendiri. Benar kata orang, you're your worst enemy. Kamu sendiri itu musuhmu paling keji.

Baru beberapa tahun setelah itu aku paham. Bukan karena keluarga tak sadar dan tak menghargai, tetapi begitulah cara komunikasi yang diturunkan dari kakek-nenek, yang juga diwariskan dari kakek-nenek. Kami tak pandai menunjukkan perasaan. Kami tak pandai mengomunikasikan apresiasi. Kami lebih sibuk dengan asumsi-asumsi dan pikiran-pikiran sendiri. Kami ingin dibaca dan dipahami tanpa perlu menyampaikan apa-apa.

Kutahu bahwa sebenarnya mereka bangga dengan semua hal yang kulakukan. Dengan kebangkitan dari keterpurukan yang dalam. Namun, dengan cara yang tak bisa kupahami.

Tahu dari mana? 

Kukira tak ada seorang pun yang tahu tentang beberapa prestasi yang pernah kuraih. Ternyata, beberapa orang lain sudah tahu. Bapak-ibu sering bercerita kepada orang lain tentang anak-anaknya dengan mata berbinar. Mereka bangga, tapi kesulitan mengomunikasikannya kepada anak-anaknya. Tak apa-apa. Itu bukan salah mereka. Bapak-ibu juga seperti aku, yang hidup dengan asumsinya sendiri-sendiri.

Dan semua itu kusadari lebih jauh setelah menjadi seorang ayah. Menjadi orang tua membuatku menyadari hal-hal yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan. Kesadaran itu terus membaik dan membuatku terus menyadari semua kesalahan-kesalahan asumsi. Membuatku memaafkan diri sendiri dan memaafkan orang-orang yang menurutku pernah bersalah. 

Pada akhirnya, kita semua manusia. Seberapa besar pun keluarga dan seberapa banyak pun teman, pada suatu masa, kita akan tetap sebatang kara. Kita sendirian saja: menghadapi semua. Kita akan tersenyum saat sendirian waktu itu. Sebab, kita tahu bahwa kita cukup dengan diri sendiri. Bersama Semesta.

Kita sendirian, tetapi tak lantas kesepian. Kita sebarang kara, tetapi tak lantas menderita. Dan kuncinya: merasa cukup dengan diri kita. 

Seperti lagu itu "You'll be found." Kau akan ditemukan, bukan oleh orang lain. Kadang oleh diri sendiri... Dan kita akan memeluk diri sendiri yang pernah terluka sambil berkata "Terima kasih telah berjuang. Terima kasih telah terus berusaha." And we will be found...

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

1 comments:

comments