Mengkritik Diri Sendiri # Entri Jurnal 7

Seorang teman, sebut saja Romi, tiba-tiba cemas. Salah seorang klien meminta audiensi. Temanya: seputar pekerjaan terjemahan yang pernah dia tangani 8 bulan lalu.

Menurut Romi, ia perlu antisipasi. Ia perlu jujur tentang semua langkah dan semua kesulitan.

Lantas, ia meminta saran. Ia sudah cemas bahwa si klien akan menjelek-jelekkan dan akan saling berbantah di forum itu.

Lalu saya bilang "memangnya klien ini bilang kalau pekerjaanmu jelek."

"Gak juga sih" ujarnya ragu. "Cuman ya dulu banyak masalah pas kita ngerjakan. Kayaknya dia nemu bagian-bagian yang kurang bagus di terjemahan kita."

"Oke, kita susun langkah dan kita susun jawaban yang sebaik mungkin."

Beberapa jam kemudian, sambil tersenyum ia bercerita. "Ternyata kliennya memuji hasil terjemahan. Istilah-istilahnya sangat on-point." ujarnya bersemangat. "Kadang bahkan dengan penerjemah tersumpah pun tidak setepat ini, kata klien."

"Selamat ya. Tidak terbukti ternyata ketakutanmu itu ya"

Ia pun tersenyum lega.

Itulah yang sering terjadi dan menimpa kita. Kita merasa pekerjaan kita dan penampilan kita buruk. Sebab, kita tahu semua celah. Kita tahu semua kekurangannya saat mengerjakan. 

Kita menuntut diri kadang di angka 100%. Sementara bagi klien, 80% kita saja sudah setara dengan 100%-nya ekspektasinya dia.

Saya selalu suka teman yang bekerja 100% tetapi merasa banyak yang bisa ditingkatkan dari pekerjaan 100% itu. Artinya, ia merasa mampu meningkatkan dan memperbaiki diri. 
 
 


Share this

Related Posts

Previous
Next Post »