Feedback dari Talking Customer # Entri Jurnal 12

Salah satu pasien di suatu RS Islam di Malang menulis “Pernah di kondisi yg sangat darurat. Namun respon nakes/dokter sewaktu saya ga sadar dan sayup2 terdengar malah tertawa2 membuat guyonan terkait umur saya. Benar-benar nggak sopan dan saya kapok ke sini. Dokternya pun ketika saya konsul juga malah memojokkan seolah2 saya pura-pura sakit baru hasil lab keluar ternyata memang ada yg kurang baik hasilnya. Sayang sekali tenaga kesehatan tp bad attitude semua.”
 
Pasien tersebut memberi bintang satu atas layanan RS tersebut. Sangat disayangkan betapa para nakes di sana tidak berempati dan bahkan mengolok-olok usia seseorang.
 
Prinsip pelayanan seperti ini rasanya standar. Biasa saja. Bila ada yang sakit, kita bantu. Bila ada yang kesusahan, kita layani. Tidak perlu kita olok-olok, seberapa pun gatal. Tidak ada yang mewah dari berempati kepada orang lain.
 
Banyak pula keluhan yang muncul dengan nada yang serupa.

Pelanggan yang semacam ini disebut pula talking customer. Mereka biasanya menyampaikan opininya terkait layanan yang diperoleh. Opini yang kurang baik bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas layanan, dan opini baik bisa dijadikan feedback.

Pelanggan semacam ini lebih penting posisinya daripada pelanggan senyap. Pelanggan senyap tidak akan berbicara sehingga kita tidak tahu apakah pelayanan kita memuaskan atau tidak. Tiba-tiba dia lenyap dan hilang saja sehingga kita tidak tahu apa yang terjadi.

Thus, penting RS untuk menjawab keluhan dan menyempurnakan produk. Menyederhanakan prosedur. Mendidik SDM agar minimal sesuai dengan standar dasar.  

Sangat disayangkan, padahal RS ini baru saja membangun gedung yang megah dan tinggi. Sayangnya, tidak diikuti oleh standar pelayanan yang sama megah dan tingginya.

Padahal mencari pelanggan itu sulit bukan main.
 

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »