Tadi pagi, kucing kesayangan kami, Bleki, kabur dari rumah. Penyebabnya, ada kucing kampung liar yang dengan santainya garuk-garuk kepala di rumah seberang.
Bleki rupanya tak terima.
Padahal, si kucing liar itu tidak ngapa-ngapain. Tidak berbunyi yang mengganggu. Tidak pula menantang. Hanya diam sambil menikmati pagi yang cerah di Singosari.
Bleki iri? Bisa saja. Si kucing kampung bisa sebebas itu lho. Beda dengan Bleki, yang tak pernah kami biarkan berkeliaran di luar.
Ia melompat pagar setinggi 2 meter untuk kemudian bersitatap lalu bersitegang dengan makhluk berbulu berwarna oranye tersebut.
Bleki mendesis, kucing oranye yang tak punya salah itu pun lari. Bleki tak terima, lalu balik mengejar. Ia masuk orang yang pagarnya sedang terkunci.
Gimana saya masuknya? Setelah mengevaluasi kondisi, saya pun mempraktikkan kemampuan yang sudah terasah sejak kecil. Lompat pagar.
Melihat kucing tengkar dan Bleki mendesis, salah seorang tetangga datang. Saya pun menjelaskan Bleki yang kabur.
Moral of the story: Bleki iri dengan kenikmatan kucing liar lain, yaitu kebebasan. Dan ia lupa dengan kenikmatan yang ia terima, sense of safety and comfort.
Agak mirip kita-kita.