Dunia kini sedang dihadapkan pada situasi tanpa kepastian. Kita semua cemas tak terperi. Wajah buruk ekonomi kapitalis yang digadang-gadang akan menjadi invisible hand yang membawa kemakmuran ternyata membawa kita pada lubang kehancuran. Dan kita pun lesu dibuatnya. Kebanyakan kita (termasuk saya) bukan orang kaya yang kehilangan nilai saham yang kita miliki, tapi tetap saja kita ketar-ketir terbayang bagaimana dampak buruk krismon 1997-1998. Situasi seperti sekarang juga rawan.
Untung, fundamental ekonomi kita kuat sehingga kita bisa menahan meski agak sulit laju dampak krisis ekonomi global yang diprediksi akan menyebabkan dunia mengalami resesi.
Para pemimpin dunia pun berkumpul dalam forum G-20 untuk mencari penyebab utama krisis terparah semenjak resesi tahun 1930-an. Tapi kita terlalu banyak berharap, karena jangankan jalan keluar, harga saham Nasdaq, S&P 500, dan Dow Jones ambruk bersamaan dengan ditutupnya forum G20.
***
Bagaimana pendapat Anda tentang tulisan saya di atas? Jelek kan? Kalo Anda senyum berarti benar?
Tujuan saya menulis di atas adalah untuk menunjukkan betapa saya ingin dipuji atas pengetahuan dangkal ekonomi saya. Dulu, saat SMA saya memang jurusan IPS yang sangat concerned terhadap pemikiran ekonomi, mulai dari Adam Smith, Thomas Robert Maltus, Ricardo, Keynes, dan orang-orang cerdas lainnya. Tapi jangan bayangkan saya seperti Anda yang lulusan ekonomi sekarang, dulu meski saya hafal tentang teori ekonomi klasik, saya tidak tahu apa yang dimaksud dengan IHSG. Saya hanya tahu IHSG dari siaran TV. Dan saya bingung apa maksudnya. Saya sudah nanya ke guru ekonomi saya, tapi tetap saja saya bingung. Intinya, pengetahuan ekonomi saya dulu berdasarkan buku ekonomi tahun 1985 padahal saya belajar di SMA pada tahun 2001.
Itulah wajah pembelajaran menulis saya. Saya ingin dipandang sebagai orang keren yang mengetahui masalah ekonomi dan kekinian yang menimpa dunia. Padahal saya tidak tahu apa-apa. Saya kadang menulis dengan istilah keren yang tidak diketahui oleh teman saya hanya untuk mengesankan betapa luas pengetahuan saya.
Sesekali saya berbicara tentang film. Saya bilang tidak ada film yang seratus persen tanpa cacat. Saya bicara tentang kekurangan film matriks yang tidak jelas jluntrungannya. Saya bicara tentang Da Vinci Code yang tidak semenegangkan di bukunya. Tentang ayat-ayat cinta yang jauh dari bayangan saya saat membacanya. Dan anehnya, sampai sekarang pun saya belum sempat nonton Laskar Pelangi? Entah apa kata dunia melihat nasib saya :((. Dan itulah bahan ejekan yang ditujukan beberapa teman.
Itulah saya. Dan mungkin juga Anda. Kita kadang melakukan sesuatu hanya agar ingin dipuji. Menulis ‘hikmah’ agar dianggap bijaksana. Menulis semi biografi agar dianggap hebat. Menulis kisah cinta dengan istri agar dianggap sayang keluarga. Menulis di koran agar dianggap penulis dan pemikir handal. Jangan tersinggung kalau Anda tidak merasa begitu. Karena kalau Anda tersinggung, maka.....
Kadang narsisme berselubung kuat di hati kita. Indikasinya: kita tersenyum simpul saat ada yang memuji. Dan sedikit marah saat ada yang mengkritik.
Saat itu mungkin Tuhan juga tersenyum, melihat kita yang kecil ini memakai baju yang kebesaran hanya agar dianggap “besar." Padahal, baju itu bernama kesombongan. Dan sombong berarti mencuri baju Tuhan, karena hanya Tuhan yang boleh sombong. Dan orang yang mencuri akan...
Alah...Itu sekedar pengakuan saya. Pengakuan kecil saya hari ini.
Untung, fundamental ekonomi kita kuat sehingga kita bisa menahan meski agak sulit laju dampak krisis ekonomi global yang diprediksi akan menyebabkan dunia mengalami resesi.
Para pemimpin dunia pun berkumpul dalam forum G-20 untuk mencari penyebab utama krisis terparah semenjak resesi tahun 1930-an. Tapi kita terlalu banyak berharap, karena jangankan jalan keluar, harga saham Nasdaq, S&P 500, dan Dow Jones ambruk bersamaan dengan ditutupnya forum G20.
***
Bagaimana pendapat Anda tentang tulisan saya di atas? Jelek kan? Kalo Anda senyum berarti benar?
Tujuan saya menulis di atas adalah untuk menunjukkan betapa saya ingin dipuji atas pengetahuan dangkal ekonomi saya. Dulu, saat SMA saya memang jurusan IPS yang sangat concerned terhadap pemikiran ekonomi, mulai dari Adam Smith, Thomas Robert Maltus, Ricardo, Keynes, dan orang-orang cerdas lainnya. Tapi jangan bayangkan saya seperti Anda yang lulusan ekonomi sekarang, dulu meski saya hafal tentang teori ekonomi klasik, saya tidak tahu apa yang dimaksud dengan IHSG. Saya hanya tahu IHSG dari siaran TV. Dan saya bingung apa maksudnya. Saya sudah nanya ke guru ekonomi saya, tapi tetap saja saya bingung. Intinya, pengetahuan ekonomi saya dulu berdasarkan buku ekonomi tahun 1985 padahal saya belajar di SMA pada tahun 2001.
Itulah wajah pembelajaran menulis saya. Saya ingin dipandang sebagai orang keren yang mengetahui masalah ekonomi dan kekinian yang menimpa dunia. Padahal saya tidak tahu apa-apa. Saya kadang menulis dengan istilah keren yang tidak diketahui oleh teman saya hanya untuk mengesankan betapa luas pengetahuan saya.
Sesekali saya berbicara tentang film. Saya bilang tidak ada film yang seratus persen tanpa cacat. Saya bicara tentang kekurangan film matriks yang tidak jelas jluntrungannya. Saya bicara tentang Da Vinci Code yang tidak semenegangkan di bukunya. Tentang ayat-ayat cinta yang jauh dari bayangan saya saat membacanya. Dan anehnya, sampai sekarang pun saya belum sempat nonton Laskar Pelangi? Entah apa kata dunia melihat nasib saya :((. Dan itulah bahan ejekan yang ditujukan beberapa teman.
Itulah saya. Dan mungkin juga Anda. Kita kadang melakukan sesuatu hanya agar ingin dipuji. Menulis ‘hikmah’ agar dianggap bijaksana. Menulis semi biografi agar dianggap hebat. Menulis kisah cinta dengan istri agar dianggap sayang keluarga. Menulis di koran agar dianggap penulis dan pemikir handal. Jangan tersinggung kalau Anda tidak merasa begitu. Karena kalau Anda tersinggung, maka.....
Kadang narsisme berselubung kuat di hati kita. Indikasinya: kita tersenyum simpul saat ada yang memuji. Dan sedikit marah saat ada yang mengkritik.
Saat itu mungkin Tuhan juga tersenyum, melihat kita yang kecil ini memakai baju yang kebesaran hanya agar dianggap “besar." Padahal, baju itu bernama kesombongan. Dan sombong berarti mencuri baju Tuhan, karena hanya Tuhan yang boleh sombong. Dan orang yang mencuri akan...
Alah...Itu sekedar pengakuan saya. Pengakuan kecil saya hari ini.