Peran Besar Keluarga dalam Hidup Kita

Di sebuah kota kecil di ujung Pulau Jawa, Pandu hidup bahagia bersama keluarga yang penuh kasih. Ia anak bungsu. Punya dua kakak. Setiap malam, mereka menyempatkan diri bersantap di meja makan sambil berbagi cerita dan canda tawa.

Setiap hari, orang tua Pandu berupaya memberikan dukungan besar. Mereka mendorongnya mewujudkan cita-cita dan impiannya. Kakak-kakaknya pun jadi panutan. Sesekali, mereka mengajarinya pelajaran hidup yang berharga.

Dengan cinta, bimbingan, dan berbagi pengalaman, Pandu jadi percaya diri, tahan banting, dan merasa bagian dari keluarga. Merasa diterima. Seiring pertumbuhannya, dia menerima tantangan apa pun tanpa rasa takut. Ia tahu keluarganya berdiri di sisinya. Ikatan mereka menciptakan fondasi yang kuat, membentuk karakter Pandu hingga seperti sekarang.
 
Bagi Pandu dan sebagian besar kita, keluarga tempat kita pertama kali membuka mata. Saat pertama kali melihat dunia, mendengar suara, merasakan sentuhan, dan mengalami tawa bahagia, kita rasakan itu bersama keluarga. Keluarga sering diasosiasikan dengan bahagia. Tawa.
 
Tak salah saat David R Mace, seorang pelopor di bidang pernikahan berkata “The family is the basic structural and functional unit of a flourishing society.” Bila diterjemahkan secara bebas, keluarga adalah unit struktural dan fungsional dari masyarakat yang berkembang baik.
 
Keluarga menjadi pondasi utama terbangunnya suatu masyarakat.
 
Mengapa begitu?

Setidaknya, ada tiga alasan dasar:

Pertama, keluarga memiliki riwayat dan pengalaman bersama.

Anggota keluarga hidup dalam struktur unit bersama-sama dalam rentang waktu lama. Pengalaman bersama ini bisa menciptakan rasa keterkaitan dan pengertian yang mendalam. Meski timbul perselisihan atau atau perbedaan pendapat, keluarga akan mencoba untuk memahami. Empati dan simpati akan muncul.

Kedua, keluarga saling mendukung.

Anggota keluarga hadir satu sama lain saat melewati momen-momen baik dan buruk. Saat bahagia atau berduka. Saat tertawa atau menangis. Keluarga akan mengulurkan tangan saat kita terpuruk. Keluarga akan menepuk bahu saat kita butuh dukungan. Keluarga memberikan cinta, dukungan, dan semangat. Keluarga menawarkan tempat berlindung yang aman saat kita butuh.

Ketiga, cinta tanpa syarat.

Anggota keluarga mencintai kita tanpa syarat. Apa pun yang terjadi, keluarga mencintai dengan caranya yang unik. Perasaan ini memberi kita rasa aman dan memiliki yang sulit ditemukan di tempat lain. Kita tidak perlu menjadi orang lain saat bersama keluarga. Kita tahu bahwa kita tidak dituntut menjadi seseorang yang bukan kita. Dan kasih sayang dan cinta yang disediakan keluarga akan ada, tanpa syarat dan ketentuan apa-apa.
 
Begitu besar peran keluarga dalam kehidupan. Keluarga adalah tempat kita pulang saat dunia sedang tidak baik-baik saja. Dan itulah mengapa, beberapa struktur mengasosiasikan dirinya dengan keluarga.

Di suatu institusi misalnya. Mereka menyebut diri mereka "keluarga besar"
https://www.instagram.com/p/Cqj9m2gJUsq/

 

Keluarga dan Ohana


Pagi ini saat berjalan-jalan di sekitar sawah, ada seorang bapak paruh baya. Usianya sekira 46-49 tahun. Kumisnya memutih. Keriput mulai terlihat gamblang menghiasi matanya. Namun, semangat membara masih terpancar jelas dari raut wajah itu.

Beliau menyapaku, dan kusapa balik. 

"Saya nunggu anak ini Mas" cerita beliau setelah basa-basi.

"Oh di pondok ini Pak?" Kebetulan di sebelah sawah ada pondok putra yang menjadi tempat mengaji beberapa siswa yang belajar di sekolah yang dikelola Yayasan Almaarif.

"Ya Mas" balas beliau. "Hari pertama sekolah. Khawatir dia kesulitan menemukan kelasnya. Khawatir dia telat dan bingung" pungkasnya sambil tersenyum.

Selesai berbasa-basi, aku pun pamit pulang.

Obrolan itu mengingatkanku pada beberapa peristiwa. Banyak teman yang hari-hari ini harus merelakan berpisah dengan anak-anak mereka yang akan mondok.

Demikian pula dengan anakku, yang tahun ini harus tinggal di asrama. 

Ibunya tiba-tiba tidak terlalu berselera makan hidangan enak. Setiap kali melihat kue atau jajan atau minuman, ibunya selalu teringat anak lelakinya.

Demikian juga dengan anak perempuanku. Setiap kali ada kue, ia mengingat kakaknya.

Itulah Ohana

Ikatan semacam ini dikenal pula sebagai Ohana dalam budaya Hawaii. Bedanya, konsep Ohana melampaui hubungan biologis. Konsep ini mencakup gagasan tentang komunitas yang lebih luas dan saling terhubung. Setiap orang pun dianggap sebagai bagian dari keluarga. 

Berbekal konsep yang sudah mengakar kuat ini, setiap individu di Hawaii saling menjaga dan bertanggung jawab satu sama lain. Ikatan di dalam komunitas pun menguat.

Sederhananya, Ohana berarti keluarga. 

Dengan keluarga, berarti tak ada yang ditinggalkan. Tak ada yang dilupakan. Semuanya diingat, terutama saat duka datang. Karena ikatan keluarga diuji, bukan saat senang, tapi saat sedih menerjang dan meluap bak banjir bandang.