Menyeberang, Menaklukkan Diri dan Ketakutan

Pagi itu langit begitu cerah. Sinar matahari menerobos masuk ke sela-sela pepohonan di Gili Nanggu tanpa satu penghalang pun. Kira-kira sudut matahari mencapai 40-an derajat, ketika kami memutuskan terjun guna melihat langsung segerombolan ikan aneka warna dan ukuran di pinggir dermaga kecil.

Ya, saat itu kami masuk ke dunia bawah alam Gili Nanggu. Berenang, lalu menikmati pesona bawah laut yang selalu disajikan secara ciamik oleh Lombok. Setelah kami bercebur sebentar, tersadarlah bahwa Ella dan Dewi tak terlihat di pantai sekitar.

Sehari sebelumnya, Ella memutuskan tidak akan ikut snorkeling. Keputusan yang mungkin akan disesalinya seumur hidup. Ella beralasan sedang dapat. Siklus bulanan. Skenario yang ada di pikirannya mengerikan. Karena sedang dapat, hiu bisa mencium hal itu, dan dia bisa dimakan.
Sadar

Sadar

Tersadarku siang ini
senyummu begitu manis
saat kulihat dari ujung gerimis februari yang menari ritmis

Tersadarku siang ini
bibirmu bak pualam surga
saat aku terus menyimak, sementara kau terus bercoleteh-bercerita

Tersadarku siang ini
jiwamu putih seharum melati
saat kau sandarkan kepalamu, sambil kau peluk segala khilaf-kurangku
Senyummu

Senyummu

Senyummu pendar cahaya pagi
Tak hanya menerangi
Juga memberi energi
Kupun bersemangat membuka hari

Senyummu cahaya siang
Menyilaukan, dan mengingatkan
Hidup juga tentang panas dan terik yang harus dihadapi
Kupun berteduh sejenak

Senyummu bias mentari sore
Indah, merona, tetapi penuh misteri
Mengingatkanku bahwa jiwamu dan jiwaku akan pulang
Kupun merindu

Senyummu redup malam
Samar, kadang pudar, tapi tetap meneduhkan
Menyapu segala penat
Menghilangkan semua masalah

Hmm,
Kini waktunya kututup mata, dan bila boleh, kan kudekap senyummu itu ke alam mimpiku.