Puisi Nothing Gold Can Stay oleh Robert Frost - Analisis dan Terjemahannya

Setelah membahas lebih dalam tentang Ozymandias, sekarang kita membahas puisi lain. Ada sedikit kemiripannya sih dengan puisi Ozymandias. Ya, puisi ini juga berkisah tentang kesempurnaan yang tak abadi. Bila puisi Ozymandias bercerita patung seekor Firaun, yang tak lagi lengkap. Yang tersisa hanya dua kaki, dan kepala yang terbenam.

Betul, puisi yang akan kita bahas kali ini adalah Nothing gold can stay.

Yuk kita simak puisi Nothing gold can stay tersebut serta terjemahannya:

Nature's first green is gold,
Her hardest hue to hold.
Her early leaf's a flower; 
But only so an hour.
Then leaf subsides to leaf,
So Eden sank to grief,
So dawn goes down to day
Nothing gold can stay. 
Emas adalah hijau pertama semesta,
Rona terpelik tuk dijaga.
Daun awalnya bunga; 
Tapi sejam kemudian.
Daun demi daun meranggas,
Dan Taman firdaus pun merana,
Fajar pun lenyap ditelan siang
Sempurna takkan bertahan selamanya. 

Puisi ini secara bentuk mirip dengan puisi A Minor Bird, yang bisa dibaca di sini. Baitnya berbentuk koplet dan rimanya terjaga sempurna. Seperti bisa kita baca pada versi bahasa Inggris, puisi ini menggunakan rima AABBCCDD. 



Diksinya pun menawan. Pendek-pendek tapi mengena. Pas sekali. Untuk urusan ini, saya selamanya kagum pada sosok penyair yang hidup selama berkecamuknya perang dunia ini. Kreatif tetapi tetap patuh pada kebiasaan penulisan puisi pada zamannya.

Dan seperti matahari yang selalu terbit dari barat, eh timur, Pak Robert Frost lagi-lagi menggunakan pendekatan naturalisme untuk menyampaikan ide-idenya. Maksud-maksudnya. Curahan hatinya.

Padahal, saat menerjemahkan puisi ini, saya kesulitan mencari kata-kata yang rimanya bisa terjaga tetapi maknanya tetap tersampaikan. Dengan kata lain, saya tak mampu "menerjemahkan puisi ini dengan cantik, dan setia pada makna aslinya". Sungguh saya tak mampu. 

Ya maklumlah, penerjemah sastra kacangan ya :). #Huff

Sekarang kita bahas makna dari puisi ini. Puisi ini dari awalnya hendak menyampaikan tentang indah, sempurna, masa muda, sehat, dan kaya takkan bertahan selamanya. Dia yang awalnya ganteng dan cantik jelita pada akhirnya akan berubah menjadi "buruk rupa" saat usia bertambah. Dia yang awalnya kaya raya dan mampu membeli segalanya akan tiba pada momen ketika tak bisa menggunakan kekayaannya.

Begitulah maknanya menurut saya. Coba kita kuliti satu per satu. Pertama-tama, hijau yang ada di semesta alam adalah emas. Emas adalah elemen yang terkuat. Meskipun terkubur lama, kilaunya tetap bertahan. Terjaga.

Lalu dari early green ini muncullah daun, yang berupa bunga. Indah luar biasa. Wanginya semerbak. Bentuknya menawan. Kuncupnya memikat. Namun, satu jam kemudian helai demi helainya meranggas. Meninggalkan tangkai dan jatuh ke tanah. Taman Firdaus pun merana menyaksikannya.

Tapi begitulah alam, dan hukum-hukum yang mendasari pergerakannya.

So dawn goes down to day
Fajar pun lenyap ditelan siang

Bahkan fajar yang terbentang di ufuk timur, yang menampakkan kemegahan dan keindahan, kebahagiaan dan optimisme, akan lenyap juga pada akhirnya. Ditelan siang. Keindahannya dikalahkan hangat mentari pagi, lalu berganti sengatan sinar matahari.

Ya, nothing gold can stay.

Saya pun mengamininya. Tak ada sempurna yang kan bertahan selamanya. Dan kita harus siap dengan segalanya. Segala konsekuensinya.

Saat kehidupan kita menanjak, kita harus siap turun mendadak. Saat bahagia menjelang, kita harus siap kesedihan kan datang. Saat naik jabatan, kita harus siap ditangkap KPK, eh turun jabatan maksud saya.

Demikian juga sebaliknya. Saat kita ditinggal, akan ada orang yang menggantikan. Saat gundah gulana, ada kebahagiaan yang kan menanti.

Rasa-rasanya, kandungan puisi ini mirip dan ya serupa dengan puisi kematian, yang ditulis Maulana Rumi. Silakan klik di sini.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

1 comments:

comments
16 June 2021 at 12:33 delete

Akhirnya nemu ini, terimakasih kak :)

Reply
avatar