Cinta Segitiga

Cinta Segitiga

Ton, penjelasan kamu di tulisan motivasi, kesempatan, dan kemampuan itu kepotong. Kayak ada yang mengganjal.
 
Bagian mana?
 
Yang masalah cinta-cinta itu..
 
Ooo.
 
Yang jelas dong kalau nulis. Jangan sepotong-sepotong gitu. Jek menyilangkan tangan. Matanya melotot. Suaranya tajam.
 
Jadi gini Jek. Cinta itu gak seperti bayangan kita sebelumnya. Ada yang memberikan penjelasan bagus.
 
Namanya Robert Sternberg, seorang psikolog. Ia usul tentang Teori Cinta Segitiga. Menurut doi, cinta itu ada tiga komponen: kedekatan, gairah, dan komitmen. Dalam bahasa Inggrisnya, intimacy, passion, dan commitment.
 
Menarik itu. Lanjutin dong jelasinnya?
 
Teori ini dikembangkan pada tahun 1980-an. Teori ini cukup komprehensif agar kita bisa memahami berbagai jenis hubungan romantis berdasarkan derajat tiga elemen ini.

Kedekatan

Maksudnya: Menurut teori Sternberg ini, kedekatan itu maksudnya kedekatan emosional, keterhubungan, dan ikatan antara satu orang dengan orang lain. Di dalamnya ya termasuk perasaan hangat, rasa ingin berbagi, dan saling mendukung.
 
Manfaat: Kedekatan menumbuhkan rasa saling terhubung dan memahami yang sangat mendalam antara pasangan. Dengan kedekatan, kita membuka diri dan memberikan tanggapan atas tindakan dari pihak satunya. Ingat ya Jek. Memberikan respons. Jadi, kita tidak diam saja. Kita membuka diri.
 
Kedekatan menciptakan dasar atas hubungan yang erat dan saling percaya.
 
Kasih contohnya sekarang Ton?
 
Contohnya: Kita memiliki pemikiran dan perasaan yang serupa dengan pasangan. Kita tertawa atas hal-hal yang mungkin menurut orang tidak lucu. Kita terbuka untuk rentan karena dekat secara emosional. Kita ceritakan ketakutan-ketakutan kita. Kita ceritakan hal-hal terdalam yang tidak kita ceritakan kepada orang lain. Itu tuh indikasi kedekatan.
 
Ooo begitu. Jelas. Sekarang tentang “gairah” itu. Aku lebih tertarik ke penjelasan itu, Jek tiba-tiba memotong.
 
Oke-oke.

Gairah

Maksud: Gairah itu sederhananya ditandai keinginan emosional dan fisik yang intens antara pasangan. Di dalamnya ada unsur romantis, seksual, dan gairah dalam hubungan.
 
Manfaat: Gairah menimbulkan kegembiraan, semangat, dan kehidupan ke dalam hubungan. Di dalamnya termasuk daya tarik romantis dan fisik. Seringkali ini muncul di tahap awal hubungan romantis. Bagusnya, gairah ini terus dipertahankan.
 
Contohnya: gembira saat duduk atau jalan bergandengan tangan dengan pasangan. Itu sudah menunjukkan gairah dalam hubungan.
 
Berarti gak harus menjurus ke tempat tidur ya, sela Jek.
 
Waduh pikiranmu seronok begitu Jek.
 
Jelasin tentang komitmen dah. Ini kayaknya yang paling serius deh.

Komitmen

Maksud: Komitmen itu semisal kamu itu Jek ingin berhubungan lama dengan orang. Itu berarti kamu mengambil keputusan dan tekad untuk menjaga hubungan itu agar menjadi hubungan jangka panjang. Artinya, kita berniat untuk tetap bersama pasangan dalam suka dan duka, meski tantangan di depan sangat berat.
 
Manfaatnya apa tuh, kata Jek.
 
Manfaatnya: Komitmen itulah yang menjaga hubungan dari waktu ke waktu. Kita mengambil pilihan sadar untuk berinvestasi” segalanya dalam hubungan, menyingkirkan aral yang melintang, dan membangun masa depan bersama-sama.
 
Contohnya?
 
Menikah.
 
Hah.. Menikah?
 
Saat menikah, kamu merencanakan masa depan, aktif mengatasi konflik, dan menunjukkan komitmen jangka panjang.
 
Oo gitu.
 
Hubungan dalam teori segitiga cinta ini bersifat dinamis. Perimbangan ketiga unsur ini pun dapat berubah seiring waktu.
 
Semuanya kan memang berubah Ton. Gak ada yang abadi.
 
Setidaknya kita tahu. Bukannya bahwa cinta tidak akan memberi kita makan. Kita yang salah memaknai cinta. Karena kita tidak paham dasarnya, jelasku.
 
Berarti cinta itu ya: Kedekatan, gairah, dan komitmen gitu ya.
 
Nah, pinter kamu Jek. 

MOA - Motivation, Opportunity, and Ability

MOA - Motivation, Opportunity, and Ability

Konsep semangat, sempat, dan alat di tulisanmu ini mirip dengan MOA ya, kata Jek.
 
Apa itu MOA?
 
MOA itu motivation, opportunity, dan ability. Jadi, intinya…
 
Gimana intinya? Ia pun kudesak untuk menjelaskan lebih lengkap.
 
Seseorang mau terlibat suatu perilaku atau suatu pekerjaan jika mereka (1) termotivasi, (2) punya kesempatan, dan yakin atas (3) kemampuan mereka untuk melakukannya.
 
Oh begitu.
 
Setelah berpisah, saya langsung pelajari apa itu MOA karena penasaran.
 
MOA itu…
 
MOA sendiri itu kerangka teoritis yang menjelaskan bahwa perilaku individu dipengaruhi oleh tiga faktor kunci: motivasi, kesempatan, dan kemampuan.
 
Singkatnya, motivasi adalah keinginan atau kemauan individu untuk terlibat dalam perilaku tertentu. Ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, seperti nilai-nilai pribadi, tujuan, cita-cita, dan harapan.
 
Kesempatan mengacu ke ketersediaan sumber daya dan kondisi yang diperlukan untuk terlibat dalam perilaku tersebut. Kesempatan ini mencakup faktor-faktor seperti waktu, uang, alat, sarana, prasarana, serta akses terhadap informasi.
 
Kemampuan sendiri lebih ke pengetahuan dan keterampilan individu yang diperlukan untuk melakukan perilaku tersebut. Faktor-faktornya termasuk pendidikan formal atau nonformal, pelatihan yang diikuti, dan pengalaman.
 
Contohnya: seorang penerjemah bekerja keras menerjemahkan teks marketing karena ingin mendapatkan penghasilan untuk menyambung hidup. Motivasinya: uang. Kesempatannya: waktu dan alat. Kemampuannya: Membaca teks bahasa asal, memahami, lalu mengubahnya menjadi teks bahasa sasaran.
 
Manfaat Model MOA
 
Model MOA bisa diterapkan untuk menganalisis lalu mengintervensi berbagai perilaku, antara lain perilaku konsumen, perilaku karyawan, atau perilaku masyarakat.
 
Misalnya, kita ingin mengintervensi perilaku buang sampah di sekolah. Fokus kita bisa untuk meningkatkan motivasi (contohnya, mengedukasi pentingnya dan manfaat membuang sampah bagi lingkungan), meningkatkan kesempatan (misalnya menyediakan lebih banyak tempat sampah di lingkungan sekolah), atau meningkatkan kemampuan (mendidik siswa tentang cara memilah sampah serta mendaur ulang sampah).
 
Tentu mengubah atau mengintervensi perilaku tidak sederhana tulisan ringkas ini. Namun, bisa kita jadikan pegangan agar kita setidaknya paham apa yang minimal bisa kita lakukan.
 
Berarti motivasi doang tidak cukup dong?
 
Mungkin mirip cinta.
 
Maksudnya?
 
Cinta tidak bisa memberimu makan, tapi…

2#30#2811

Semangat, Sempat, dan Alat

Semangat, Sempat, dan Alat

Saat masih kuliah S1 dulu di Unisma, saya kesulitan setiap kali hendak menulis. Tak ada komputer. Tak ada buku atau koran untuk referensi.
 
Setiap kali muncul ide yang akan ditulis, saya membuat kerangka tulisannya di buku. Lalu, saya ke perpustakaan untuk mempertajam kerangka tersebut.

Tak selesai di situ, saya bertandang ke kos teman kuliah, Udin. Di sana, ada komputer. Saya lalu menunggunya selesai menggunakan komputer itu. Melihat saya menunggu, ia biasanya akan iba. Ia lalu akan mengizinkan saya menggunakan komputer itu untuk menulis.

Begitulah setiap kali saya hendak menulis.
 
Saya pasti lebih produktif seandainya punya komputer sendiri, pikir saya saat itu.
 
Kekurangan itu membuat saya sering membayangkan kondisi ideal yang pasti akan melejitkan produktivitas saya dalam menulis.
 
Komputer yang canggih, koneksi internet yang cepat, dan referensi yang memadai akan menjadi kondisi dan prasyarat ideal. Produktivitas saya akan pesat. Ide-ide tulisan akan mengalir sangat cepat. Seperti banjir bah. Tumpah-tumpah. Saya pun bisa menulis kapan pun mau. Di mana pun.
 
Bila prasyarat itu terpenuhi, saya membayangkan akan punya ratusan buku yang diterbitkan dengan berkala. Saya punya beberapa tulisan opini yang terbit di koran-koran ibukota. Minimal koran provinsi lah.
 
Seiring waktu, saya akhirnya bisa mewujudkan prasyarat ideal itu. Satu per satu. Komputer canggih, internet cepat, dan referensi cukup sudah ada di hadapan.
 
Sayangnya, alih-alih produktif, saya malah jarang menulis. Hampir tidak pernah menulis.
 
Selalu ada alasan. Selalu ada penundaan. Daftarnya akan panjang sekali. Akan banyak pembenaran atas ketidakproduktifan itu.
 
Ketika mulai mengetik tulisan ini hari ini, saya tersadar tentang penyebabnya:
 
Produktivitas menulis itu bukan semata karena alat atau waktu yang tersedia. Komponen terbesarnya lebih kepada niat atau motivasi. Semangat.
 
Dulu, ketiadaan alat bisa saya siasati selama masih ada semangat dan sempat.
 
Namun sekarang, ketiadaan semangat sulit saya atasi meski punya segudang alat dan selaksa sempat.

1#30#2711