Semangat, Sempat, dan Alat

Saat masih kuliah S1 dulu di Unisma, saya kesulitan setiap kali hendak menulis. Tak ada komputer. Tak ada buku atau koran untuk referensi.
 
Setiap kali muncul ide yang akan ditulis, saya membuat kerangka tulisannya di buku. Lalu, saya ke perpustakaan untuk mempertajam kerangka tersebut.

Tak selesai di situ, saya bertandang ke kos teman kuliah, Udin. Di sana, ada komputer. Saya lalu menunggunya selesai menggunakan komputer itu. Melihat saya menunggu, ia biasanya akan iba. Ia lalu akan mengizinkan saya menggunakan komputer itu untuk menulis.

Begitulah setiap kali saya hendak menulis.
 
Saya pasti lebih produktif seandainya punya komputer sendiri, pikir saya saat itu.
 
Kekurangan itu membuat saya sering membayangkan kondisi ideal yang pasti akan melejitkan produktivitas saya dalam menulis.
 
Komputer yang canggih, koneksi internet yang cepat, dan referensi yang memadai akan menjadi kondisi dan prasyarat ideal. Produktivitas saya akan pesat. Ide-ide tulisan akan mengalir sangat cepat. Seperti banjir bah. Tumpah-tumpah. Saya pun bisa menulis kapan pun mau. Di mana pun.
 
Bila prasyarat itu terpenuhi, saya membayangkan akan punya ratusan buku yang diterbitkan dengan berkala. Saya punya beberapa tulisan opini yang terbit di koran-koran ibukota. Minimal koran provinsi lah.
 
Seiring waktu, saya akhirnya bisa mewujudkan prasyarat ideal itu. Satu per satu. Komputer canggih, internet cepat, dan referensi cukup sudah ada di hadapan.
 
Sayangnya, alih-alih produktif, saya malah jarang menulis. Hampir tidak pernah menulis.
 
Selalu ada alasan. Selalu ada penundaan. Daftarnya akan panjang sekali. Akan banyak pembenaran atas ketidakproduktifan itu.
 
Ketika mulai mengetik tulisan ini hari ini, saya tersadar tentang penyebabnya:
 
Produktivitas menulis itu bukan semata karena alat atau waktu yang tersedia. Komponen terbesarnya lebih kepada niat atau motivasi. Semangat.
 
Dulu, ketiadaan alat bisa saya siasati selama masih ada semangat dan sempat.
 
Namun sekarang, ketiadaan semangat sulit saya atasi meski punya segudang alat dan selaksa sempat.

1#30#2711

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »