Guruku adalah Anakku (Bagian II)

Aduh! Gawat! Anakku kini sudah berumur hampir sembilan bulan. Anehnya dia belum bisa merangkak dan bahkan belum bisa duduk sendiri. Dalam beberapa kesempatan, dia tidak pernah mau belajar. Dan inginnya, ia langsung berdiri dan berlari seperti halnya orang yang sudah lebih besar darinya.



Aku hanya bisa terdiam saat ditanya anakku sudah bisa apa. Terus terang, aku agak malu karena anak seumurnya sudah bisa merangkak dan bahkan ada yang sudah belajar berdiri.



Dan anakku….


Dia hanya bisa bermimpi berdiri.



“Aduh gimana ini mas?”


Emboh


“Anak lain sudah bisa jalan”


“Ya, sudah. Yang penting anak kita sehat" sergahku segera untuk menyudahi siaran berita istriku tentang bagaimana nasib anakku.


****


Pagi ini, anakku belajar mengangkat tubuhnya seperti halnya orang yang sedang push-up. Dia terlihat berusaha sangat keras. Sebentar-sebentar, ia menjatuhkan tubuhnya. Sepertinya dia kelelahan. Sebentar kemudian, dia bangun kembali.



Sesaat kemudian dia melihatku dan tersenyum. Kemudian, salah satu jurus andalannya keluar. Wajah melas. Tatapannya meluluhkan hatiku, Dan ku gendong dia. Ku bawa ke sana, ke mari. Aku sangat menyayanginya. Sebagai anakku. Sebagai buah cintaku. Sebagai amanat dari Tuhanku.



Dan sesaat itu aku sadar bahwa aku tidak benar-benar mencintai anakku dengan setulus-tulusnya. Tuntutan dan perbandingan membuatku buta akan kemampuan aslinya. Keinginan memiliki anak yang tumbuh sempurna tanpa kekurangan membuatku tak bisa berpikir jernih. Selama aku ingin sempurna dan menuntut, selama itu pula aku tidak akan pernah menyayangi seseorang dengan seutuhnya dan seikhlasnya.



Aku terdiam kemudian. Teringat sebuah kalimat bijak “kesempurnaan seorang manusia adalah usaha terbaiknya.” Anakku sudah menunjukkan usaha terbaiknya, tapi aku masih menuntutnya. Allah pun tidak memintanya tumbuh begitu, padahal Allah yang menciptakannya. Lalu, mengapa aku melebihi Allah?



Hah, anakku, engkau benar-benar banyak mengajariku. Entah apa lagi yang akan kau ajarkan tentang cinta dan kehidupan, aku akan selalu siap belajar. Belajar hidup dan mencintai dengan tulus dan ikhlas tanpa menuntut dan memperbandingkan.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

1 comments:

comments
2 January 2009 at 11:23 delete

Itulah indahnya punya anak :)
salam...

Reply
avatar