Setelah kemarin menulis dan membagikan terjemahan Puisi Little Things yang ditulis Julia Carney, beberapa sahabat meluangkan waktunya untuk mengomentari melalui WA.
"I like it" kata Abidin.
"I like it more" kata Faiz.
"Top" lanjut Yamin.
Dulu, dulu sekali, komentar seperti ini biasanya kutanggapi dengan sinis. Paling hanya basa-basi khas orang Jawa. Saking parahnya, sebagian kuanggap sebagai aneh.
Entah. Mungkin cara pikir seperti itu bawaan bayi dari seorang self-proclaimed introvert sepertiku. Semua tindakan baik orang lain dianggap negatif.
Namun, persepsi dan pikiran semacam itu perlahan sirna. Ibu dipanggil yang Mahakuasa setahun lalu. Canda dan tawa beliau jadi begitu mewah sekarang. Sapaan dan telepon dari beliau takkan bisa ditakar dengan apa pun. Seketika kusadar bahwa waktu-waktu bersama beliau adalah pemberian yang begitu berharga. Dan waktu kita di dunia ini begitu singkat. Dan karena singkat itu, waktu menjadi komoditas yang sangat langka dan sangat berharga. Tidak ada satu orang pun yang bisa membeli waktu.
"Time is your most valuable asset, dan it's non-renewable." ujar Edgar Douget. Bila diterjemahkan langsung, waktu itu aset paling berharga, dan bukan sumber daya terbarukan. Seperti minyak bumi, sekali digunakan ia akan hilang. Sirna.
Bagiku sekarang, orang yang membalas WA atau memberikan komentar itu sejatinya memberikan asetnya yang paling berharga, yaitu waktu dan perhatian. Waktu dan perhatian takkan pernah bisa dibeli atau diganti dengan apa pun.
Dalam momen sekilas itu, kutemukan puisi berikut.
Puisi Time is a Gift (Waktu Itu Anugerah)
Time is a gift that keeps ticking away
And like a flower, it will never stay
It is the leaf that falls and decays
A record of the song you used to play.
Waktu itu anugerah yang terus berdetak pergi
Dan seperti bunga, ia takkan pernah abadi
Waktu itu daun yang meranggas, membusuk, dan mati
Rekaman lagu yang senandungnya dulu kau sukai.
The end of a story that has been told
Like the sunset of day as night unfolds
Before long you find that you are old
For Time is like sand you cannot hold.
Akhir sebuah cerita yang telah dikisahkan
Seperti senja hari saat malam kemudian terbentang
Tak lama, kau sadar usiamu sudah usang
Karena laksana pasir, waktu tak bisa kau pegang.
Waktu Seberharga Itu
Dan itulah gambaran yang disampaikan puisi yang rimanya hampir sempurna ini. Ia mengajariku bahwa waktu itu benar-benar berharga. Sekali pergi, kita takkan pernah bisa memulihkannya.
Saat orang mengajak kita mengobrol atau bertanya kabar, sejatinya ia sedang memberikan asetnya yang paling berharga, waktu dan perhatian. Dan kadang, itu yang sering kita sia-siakan.