Siang ini, saat hendak pergi ke apotek untuk membeli obat, saya bertanya sepele kepada istri:
"Mau naik motor atau mobil?"
Jarak ke apotek lumayan jauh—sekitar 15 kilometer. Cuaca sedang terik dan tak tertarik untuk hujan di rumah kami, di Singosari. Tanpa pikir panjang, istri memilih motor. Alasannya masuk akal: biar lebih cepat sampai dan bisa mampir ke mana-mana dengan praktis.
Kami pun melaju.
Namun di tengah perjalanan di sekitar Blimbing, langit berubah. Mendung menggantung, bukan dengan cara yang manja. Wajahnya serius, yang hanya bisa diterjemahkan menjadi satu hal: hujan akan turun.
Dan benar saja. Tetesan pertama jatuh. Lalu semakin deras. Tak ada tempat berteduh selain sebuah swalayan besar di tepi jalan yang tampak sepi dan agak sunyi. Kami masuk. Suasananya membuat merinding, tapi justru di sana kami menemukan jas hujan.
Saat mengenakannya, istri berkata, dengan nada setengah menyesal: "Kenapa tadi nggak bawa mobil saja, ya?"
Saya hanya mendengarkan.
Dalam diam, saya teringat pada satu konsep yang belakangan ini sering saya pikirkan: “Yes, and.”
Konsep ini berasal dari dunia improvisasi teater, tapi belakangan saya merasa ia sangat relevan untuk kehidupan sehari-hari. Gagasan dasarnya sederhana: ketika sesuatu terjadi, daripada berkata, “Seandainya tadi…”, kita bisa berkata, “Ya, lalu…”
Yes, kami memilih motor.
Yes, hujan turun.
And… kami berteduh. Kami beli jas hujan. Kami tetap melanjutkan perjalanan.
Dalam hidup, kita tak selalu bisa membuat pilihan yang tepat. Bahkan, kadang kita hanya bisa memilih yang “terbaik dari yang tersedia”. Tapi daripada menyesal dan memutar ulang skenario di kepala, kita bisa memilih untuk berdamai, menerima, dan bertanya: “Lalu apa yang bisa kita lakukan sekarang?”
Konsep ini bukan tentang menghindari kesalahan, tapi tentang membangun kelenturan hati. Tentang membuka ruang bagi kemungkinan baru setelah badai kecil menerpa. Kadang, justru dari situ kita tumbuh—dalam basah, dalam dingin, dalam diam yang penuh perenungan.
Dan dari percakapan sederhana di atas motor, saya belajar satu hal lagi:Kadang perjalanan yang tidak ideal
justru memberi pelajaran yang paling membekas.