Bukan Kue Biasa

“Selamat ulang tahun, selamat ulang tahun” mengalun di belakangku. “Panjang umurnya, panjang umurnya serta mulia. Serta mulia. Serta mulia” terus terdengar. Semakin lama, semakin nyaring.

Diam tanpa bergerak, aku sendiri masih berkonsentrasi. Membelakangi teman-teman yang berdiri sambil mengiringi kue, aku tersenyum simpul. Hatiku bahagia tentunya. Tak terkira.

[caption id="attachment_70" align="alignleft" width="300"] Ah lezat. Pingin, kata Haidar.[/caption]

Seperti lazimnya acara syukuran, kue itu kemudian diiris sesuai jumlah teman-teman yang hadir, dan jadilah kami makan kue manis di penutup hari kerja. Momen itu beserta kue lapis legit yang entah dibeli Lilik dari mana menyempurnakan hari, dan memulai tahun 2014 dengan awal manis.


Ulang tahun, setidaknya bagiku, bukan sekadar kue, dengan hiasan topping lembut, bermahkotakan lilin aneka warna, dan berlapis-lapis kue manis yang menggoda selera. Tentu juga bukan sekadar kado yang dipilih dengan aneka pertimbangan, mulai dari weton, jam lahir, posisi bintang saat lahir, dan bahkan sesederhana apa yang kira-kira dibutuhkan seorang teman.

Terpenting, kami semua berupaya mensyukuri kehadiran seseorang dalam hidup kami. Dengan mengingat hari ulang tahunnya, ada sebersit makna tersirat. Maaf bila tidak sesuai keinginan, kami hanya ingin menyatakan betapa bersyukurnya dan beruntungnya kami pernah mengenalmu, memilikimu sebagai teman kami, sebagai keluarga kami.

Aku masih ingat pertama kali merayakan ulang tahun di tempat kerjaku, TransBahasa. Tepatnya bulan Mei. Yang berulang tahun saat itu adalah Singgih Kiswantoro. Karena itulah pertama kali kami merayakan ulang tahun, suasananya masih agak kagok. Cenderung kaku, terutama karena sebenarnya hari ulang tahun Singgih sudah berhari-hari sebelumnya. Jadi kami telat merapalkan mantra selamat ulang tahun kepadanya.

Reaksi Singgih saat itu pasti bisa kau tebak bila pernah mengenalnya. “Ah apa-apaan ini. Kayak nggak ada kerjaan saja” ucapnya dengan begitu cool-nya. Reaksi se-cool itu mungkin hanya bisa disaingi oleh Ahmad Al-Ghozali, putra tertua Ahmad Dhani. Bukan begitu Lik dan Risma? :). Aku tahu sebenarnya dia bahagia. Tapi begitulah Singgih, Singgih yang kadang reaksinya sulit kami tebak.

Seiring berjalannya waktu, ada beberapa usulan. Usulan mengganti hari ulang tahun kelahiran dengan hari ulang tahun pernikahan misalnya. Semakin lama orang lahir, semakin dekat ke hari kematian. Semakin lama orang menikah, semakin kuat kesetiaan dan pengertiannya. Semakin kuat hubungan batinnya. Ada yang mengusulkan peniadaan “syukuran” sederhana itu. Dan banyak lagi lainnya.

Seperti yang sudah diduga sebelumnya, kami tidak goyah. “Syukuran” ulang tahun itu tetap terselenggara. Bila dimaknai secara mendalam, secara filosofis serta secara religius, acara kecil itu juga mengingatkan bahwa kami adalah keluarga, yang dipertemukan Allah untuk mencapai kebaikan bersama-sama. Kami bersyukur pada-Nya karena membuatnya lahir pada tanggal ini sehingga kami dapat mengenalnya. Sekaligus, nan tak kalah pentingnya, seiring bertambah usiamu, ingatlah untuk menambah rasa syukurmu dengan mentraktir kami. Begitu kira-kira makna filosofisnya.

Cara kami pun kadang unik. Pernah karena lupa tidak membelikan kue, kami pun menggelar konser mini. Tentu tidak seindah konser Bruno Mars, tetapi cukup menghadirkan tawa. Pada saat itu, Lilik-lah yang tertawa keras menertawai kami karena dialah yang berulang tahun

Pada acara ulang tahun Bu Umi, Iwan melantunkan lagu sendu yang menyayat hati. Membuat Bu Umi sendiri menitikkan air mata. Bukan karena setiap Iwan menyanyi, kami tidak akan bisa bila tidak tersepona. Sepertinya Bu Umi terharu. Nada rendah dan nada tinggi yang dipadu-padankannya berhasil menciptakan harmoni dan melodi yang nyaris sempurna. Tentu semua itu juga dipadu teknik vokal tingkat tinggi dan vibra yang kadang dimunculkan di akhir lagu. Benar-benar tak terungkap kata-kata.

Sementara itu, penyanyi berbakat kami, Singgih, tampil di panggung organ tunggal, membawakan tembang kenangan. Diiringi alunan tuts-tuts pemain organ yang berpengalaman, Singgih membelah suasana malam. Benar-benar meriah malam itu.

Lain cerita ketika Ifa, salah satu mantan kru TB in-house berulang tahun. Lilik mengumpulkan foto-foto yang dirangkai menjadi video. Diiringi lagu Project-Pop, slide demi slide berganti. Di setiap slidenya, air mata pun berguguran satu demi satu. Tak pernah dinyana, Lilik yang kadang tampak cuek begitu memerhatikan Ifa, memerhatikan kami juga. Memerhatikan ulang tahun kami, dan paling penting memerhatikan makanan kami setiap harinya.

Pada akhirnya, bagi kami semua, ulang tahun bukan sekadar acara tiup lilin, diakhiri pemberian hadiah. Acara itu lebih pada acara keluarga, keluarga kecil yang harus kami jaga keutuhannya. Keluarga yang saling mendukung dan membantu. Aku beruntung karena berada di tengah keluarga seperti itu. Keluarga yang selalu ada dan hadir, seutuhnya.

Terima kasih ya Allah, Engkau memberiku hadiah di setiap ulang tahunku dengan menyatukanku dengan keluarga kecil ini, keluarga kecil TB. Terima kasih teman-teman telah hadir hari ini.

Malang, 11 Januari 2014

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »