Puisi When I was one and twenty – A.E Housman – Terjemahan dan Analisis

Berikut adalah puisi When I was one and twenty, yang berisi banyak nasihat bagi pemuda itu. Puisi ini ditulis secara sangat ringkas, tapi mendalam oleh mendiang A.E Housman.

When I was one-and-twenty
I heard a wise man say,
“Give crowns and pounds and guineas
But not your heart away;
Give pearls away and rubies
But keep your fancy free.”
But I was one-and-twenty,
No use to talk to me.

Kala usiaku satu-dan-dua-puluh
Kudengar seorang bijak berkata,
“Berikan mahkota dan rupiah dan juta
Tapi jangan hatimu kau serah;
Berikan saja mutiara dan permata
Namun tetaplah merdeka.”
Tetapi saat itu usiaku satu-dan-dua-puluh,
Berbicara padaku tak ada guna.

When I was one-and-twenty
I heard him say again,
“The heart out the bosom
Was never given vain;
‘Tis paid with sighs a plenty
And sold for endless rue.”
And I am two-and-twenty,
And oh, ‘tis true, ‘tis true.
Kala usiaku satu-dan-dua-puluh
Kudengar dia berkata lagi,
“Hatimu berasal dari jiwa
Tak boleh disia-sia;
‘Itu dibayar dengan banyak keluh kesah
Dan ditukar sesal tanpa pangkal.”
Dan sekarang usiaku dua-dan-dua-puluh,
Dan ya, ‘memang begitu, ‘memang begitu.’

Puisi ini menggunakan rima ABCBCDAD di bait pertama. Lalu, pada bait kedua rima yang digunakan adalah ABCBADAD. Pilihan kata-katanya sangat sederhana. Ya, seperti halnya tipikal puisi lama. Patuh terhadap aturan, menggunakan kata-kata sederhana, dan larik-lariknya pendek. Jumlah larik pada tiap baitnya pun standar puisi lama. Bila tidak empat, ya enam. Bila tidak enam, ya delapan (mirip beberapa puisi era Emily Dickinson dan RobertFrost, dan John Cornford). Namun, terlepas dari bentuk fisiknya, arti dan kandungan puisi ini tak kalah mendalam.

Seperti yang sudah bisa diduga, ini tentang saran atau nasihat kepada pemuda/pemudi, yang seperti biasanya tidak dipatuhi. Pada akhirnya, pemuda tersebut mengalami kejadian yang persis seperti yang dinasihatkan. Lambat laun seiring bertambahnya usia, kesadaran mulai hinggap. Meski, semuanya sudah mulai terlambat. Hati sudah diberikan, sementara penerimanya mungkin tidak sesuai harapan.

Entah mengapa puisi ini membawa saya teringat pada satu lagu, yang romantis, puitis. Dinyanyikan secara liris dan merdu oleh Marcell. Tapi sebagaimana lagu Marcell lainnya, ending-nya agak tragis. Judulnya adalah semua yang terlambat. Di bawah adalah kutipannya:

Aku..
Hanya sinar yang melintas
Sekedip
Bagai kunang-kunang kecil
Dan engkau sayap-sayap yang meranggas
Seusai
Sekepak kau mengudara
Membawa hatiku semua

Bayangkan bila kita mencintai seseorang sebegitu dalam, lalu kita memberikan seluruh perhatian, fokus, kewarasan, perjuangan, dan hampir semua aspek kehidupan. Dan sebagai balasannya, kita hanya seperti sinar yang melintas sekejap. Sekedip. Seperti kunang-kunang saat malam tiba. Dan orang yang kita cintai itu lantas pergi. Mengepakkan sayapnya menuju hidup dan cinta yang diidamkannya sendiri.
 
Source: sariwaran.com
Sekepak sayapnya membawa habis seluruh perbendaharaan cinta yang kita punya. Yang kita kumpulkan dan kita pungut sepanjang usia. Dan saat sayap itu perlahan memudar dari penglihatan, kita hanya bisa duduk termangu di sudut kamar sambil melihat bintang gemintang yang tersenyum kecut, yang menatap nanar lantas melambaikan tangan tanda perpisahan. Tiba-tiba menangis tak lagi menjadi pilihan menarik. Air mata terlanjur kering. Dan tak bisa menarik kembali seluruh kondisi awal. Tak bisa memulihkan istana hati yang runtuh perlahan.

Dan pada akhirnya waktu memaksa kita memungut sisa-sisa kesadaran. Di titik itu, lantas kita berkata “Semuanya sudah terlambat. Hatiku sudah terlanjur dibawa lari”. Dan di titik itu kita tahu bahwa pesan dalam puisi when I was one and twenty ini benar.

Namun, cukup sebegitu dulu melow-nya. Kita bahas kemungkinan lain. Kemungkinan makna lain dari puisi ini.

Bila dipikir-pikir, bukan itu saja yang harus kita jaga. Tidak hanya cinta yang harus kita jadikan titik fokus. Harapan juga. Kepercayaan pun tak kalah perlu kita taruh hanya pada orang yang betul-betul amanah. Kita berikan harapan dan kepercayaan pada orang yang tahu betul cara menjaganya. Orang yang "menjaga kepercayaan" sepenuh hatinya.

Namun, saya tetap merasa puisi ini tentang cinta. Tentang hati. Kadang ketika usia masih belum beranjak lama, kita mudah jatuh cinta. Pada seorang laki-laki atau perempuan rupawan, hati sudah deg-degan tak karu-karuan. Pembuluh darah membesar, jadinya gampang lapar. Pupil mata mengecil sehingga ketika kita menatap sekitar yang terlihat hanya orang yang kita kagumi itu. Sementara itu, otak terus bergerilya mencari cara bertemu. Menelusuri kemungkinan-kemungkinan untuk melihatnya lagi. Tersenyum sekali lagi. Tertawa sekali lagi. Menoleh sekali lagi. Jadinya, tidur tak telap. Jalan tak terjaga. Diri terasa mengambang. Tak berpijak, tak juga terbang.

Tiba-tiba lagi, saya teringat puisi frase yang dibacakan secara pas. Secara menawan oleh Rangga dalam AADC2 (baca di sini lengkapnya). Nukilan ini ditulis oleh Aan Mansyur.

" .. Kadang-kadang,  kau pikir, lebih mudah mencintai semua orang daripada melupakan satu orang,
Jika ada seorang terlanjur menyentuh inti jantungmu,  mereka yang datang kemudian hanya menyentuh kemungkinan.. "


Makjleb banget, kan?

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

2 comments

comments
21 February 2021 at 07:48 delete

Puisi ini di terjemahkan oleh siapa ya?

Reply
avatar
24 February 2021 at 13:31 delete

saya sendiri yg menerjemahkannya

Reply
avatar