Larut dalam "Kenangan" - Sebuah Puisi Joko Pinurbo

Setelah menulis warisan, ada satu sosok yang kebetulan agak membuat penasaran lama. Joko Pinurbo namanya. Beliau adalah seorang penyair. Penulis puisi. Entah mengapa namanya tiba-tiba muncul.

Setelah mencari-cari puisinya di Google, dapatlah kumpulan puisi yang diterbitkan di Kompas pada 5 Maret 2016. Dari semua puisi itu, yang menarik perhatianku adalah puisi berjudul kenangan.

Di bawah ini adalah puisinya.

Kenangan
Oleh JOKO PINURBO

Suatu saat kau akan jadi kenangan
bagi tukang cukurmu. Ia memangkas
rambutmu dengan sangat hati-hati
agar gunting cukurnya tidak melukai keluguanmu.

Suatu saat kau akan jadi kenangan
bagi tukang baksomu. Ia membuat
baksomu dengan sepenuh hati seakan-akan kau
mau menikmati jamuan terakhirmu.

Suatu saat kau akan jadi kenangan
bagi tukang fotomu. Ia memotretmu
dengan sangat cermat dan teliti agar mendapatkan
gambar terbaik tentang bukan-dirimu.

Suatu saat kau akan jadi kenangan
bagi tukang bencimu. Ia membencimu
dengan lebih untuk menunjukkan
bahwa ia mencintai dirinya sendiri dengan kurang.

(Jokpin, 2016)

Ada kaitan erat antara tulisan tentang warisan bagi anak cucu itu dengan puisi kenangan ini. Puisi ini bercerita tentang kita yang hanya akan menjadi kenangan. Kenangan yang tersisa bagi tukang cukur, tukang bakso, tukang foto, dan tukang benci. Tukang cinta? Tentu juga iya.

Ya, pada suatu saat kita hanya akan menjadi K.E.N.A.N.G.A.N.

Menjadi sejarah. Kenangan yang menjelma sebagai warisan tak berwujud. Entah itu kelam atau kelabu, atau putih. Atau kita malah tidak meninggalkan jejak sama sekali. Dilupakan. Hanya menjadi entah.

Apakah apa pun yang kita lakukan akan diingat sebagai kenangan oleh orang lain? Kita tak pernah tahu. Diingat sebagai kenangan bukan kewenangan kita. Bisa kita pengaruhi tetapi tidak dapat kita putuskan apakah kita akan diingat atau tidak.

Kita hanya bisa meninggalkan jejak-jejak yang positif agar kita dikenang dengan baik. Masalah dikenang atau tidak bukan tergantung kita. Tergantung orang lain yang mempersepsinya. Mengingatnya.

Tak salah lagi, tugas kita ya meninggalkan jejak. Berbuat baik. Menebar keramahan. Menegakkan kesopanan. Entah itu akan diingat atau tidak sudah bukan urusan kita.

Di situlah pentingnya konsep ikhlas dalam berperilaku dan berbuat. Menurut KBBI, ikhlas adalah bersih hati atau tulus hati. Singkatnya, ya berbuat tanpa berharap balasan, bahkan sekadar diingat.

Ada satu konsep aneh, tapi mengena terkait konsep ikhlas ini.

Dalam suatu pengajian yang dipandu KH Marzuki Mustamar, beliau bercerita. Bila tidak salah ingat, menurut beliau ikhlas saat berbuat itu mirip membuang kotoran pada pagi hari. Ketika keluar ya sudah tidak usah diingat-ingat. Tidak perlu diingat teksturnya. Dikenang baunya #ehh.

Ringkasnya, apa pun yang kita lakukan, besar atau kecil, yang tersisa hanya jejak-jejak kenangan. Dan yang tersisa dari kita ketika meninggal ya kenangan-kenangan itu.

Dan kenangan yang tercatat di atas sana mudah-mudahan tidak terlalu banyak merahnya.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »