“Lha kerja bakti gak pernah. Urunan gak ikut. Konsumsi gak pernah nyumbang. Eh sukanya nyacat saja hasil kerja bakti orang” kata Temin. “Lha gitu itu malah bikin orang gak semangat. Wegah aku” tutupnya.
Ia lantas menyebut salah satu kegiatan
kerja bakti yang baru saja kami laksanakan. “Lha itu di depan rumahnya sendiri gak
keluar untuk ikut bantu” simpulnya kemudian.
“Iya memang gak enak orang-orang kayak gitu
ya” ujarku berusaha menenangkan.
Itulah keluhan salah seorang warga. Tak
hanya Temin yang bercerita pengalaman serupa. Banyak lagi lainnya. Kita banyak
menemui oknum exploiter semacam itu. Di organisasi laba pun begitu,
apalagi di organisasi kampung.
Eksistensi Terancam
Saya jelaskan kepada Temin bahwa ada beberapa
kemungkinan penjelasan atas fenomena semacam ini. Salah satunya ada di salah
satu podcast.
“Diobrolkan di situ, beberapa orang merasa
terancam eksistensinya saat ada orang yang lebih hebat daripada dia. Orang yang
bekerja lebih keras daripada dia. Orang yang terlihat lebih baik di mata
masyarakat” kata saya. Temin berupaya mendengarkan.
“Akhirnya, orang-orang semacam ini berupaya
mendegradasi nama baik orang tersebut. Caranya ya dengan “nyacat” hasil
pekerjaan tadi. Ia cari semua kesalahan, bahkan sekecil apa pun itu jadi
masalah.”
“Kalau gak nemu?”
“Bila tak ada kesalahan, ia cari kesalahan
pada orangnya. Pada niatnya. Apa pun lah.”
“Jadi, dia akan selalu mencoba mengangkat namanya
dan menjatuhkan orang lain biar eksistensinya diakui.”
“Hooh, mungkin saja. Ia mengalami insecurities.”
“Apa itu?”
“Rasa khawatir dan tidak percaya pada diri
sendiri. Ketika ada orang yang tampil lebih baik, ia lantas merasa semakin
terperosok ke dalam jurang keminderan yang semakin lama bisa semakin dalam.”
Yuyu Mentality
Biasanya Min, kata saya, sebelum nyacat tadi,
biasanya dia akan mendorong orang lain untuk menjadi seperti dirinya. Dia tarik
orang lain yang hendak maju atau hendak memajukan diri dan orang lain.
Fenomena ini mirip dengan crab alias
kepiting.
Ceritanya: crab ditaruh di dalam satu ember
besar. Lalu, dikasih semacam alat agar si kepiting bisa keluar dari ember
tersebut. Setiap kali ada kepiting yang hendak keluar dari ember, kepiting
tersebut dijepit atau dihambat untuk keluar.
Itulah crab mentality. Mentalitas
tidak mau melihat orang lain maju.
Thus, bila ada yang hendak maju ia tarik saja.
“Kenapa kok kepiting? Kok gak yuyu
saja” tanya Temin.
“Iya juga ya”