Maju dengan Kritik?

“Kamu itu sering salah di sini, dalam melakukan ini dan itu. Kamu itu harus lebih banyak belajar” bentak salah satu pejabat teras di salah satu kantor yang pernah saya kunjungi di depan karyawan lain.

“Kamu kok sangat ceroboh sekali sih. Sebenarnya, kamu mampu melakukan yang lebih baik, tapi kenapa selalu kecerobohan yang kamu lakukan” desak pejabat lainnya di depan karyawan lain.

Saya pun terdiam. Keheranan melingkupi saya karena orang yang memarahi karyawan itu dikenal sebagai orang yang sangat bijaksana, sudah melanglang buana, beribadah dengan sangat khusu’, sudah menunaikan rukun islam kelima. Pokoknya, garam dan gula hidup sudah pernah dia kecap.

Saya pernah merasakan hal yang sama. Saya pernah melakukan satu kesalahan yang terus diungkit oleh supervisor saya. Parahnya, saya dibentak di depan karyawan lain dan di forum umum.

Saya sakit hati karena kejadian tersebut sudah dilakukan beberapa kali. Batas kesabaran saya kini mulai menepi. Amarahnya menggelegak dan saya tidak bisa terus diam diperlakukan seperti itu. Bagaimana pun, manusia adalah manusia. Ada saatnya dia benar-benar tidak ingin terus diinjak meski orang yang memarahi mungkin ingin melihat saya maju. Tapi saya tidak tahan diperlakukan seperti itu.

Keluarlah saya dari lingkungan orang itu. Saya berhenti bekerja. Dan saya merasa tempat kerja memenjarakan saya, karena saya tidak lebih dianggap sebagai tahanan yang harus patuh pada sipir.

Kejadian ini juga pernah saya lihat di sebuah pusat perbelanjaan. Gara-gara salah satu karyawan salah melakukan pembukuan, karyawan tersebut dimarahi dan dibentak habis-habisan di depan semua pembeli supermarket yang kebetulan ketika itu sedang ramai.

Saya dapat merasakan perasaan karyawan tersebut. Kesalahan tak semestinya dibicarakan kepada orang lain, karena tidak akan menimbulkan perbaikan dan peningkatan tapi hanya balas dendam yang berkelanjutan.

Kemarahan di depan orang lain ini juga sering terjadi di sekolah-sekolah dan asrama-asrama. Si guru yang merasa memiliki kekuasaan penuh dan mutlak bisa dengan mudah menghukum siswanya yang melakukan pelanggaran. Siswa bersangkutan akhirnya sering ditegur di depan kelas dengan harapan memberi efek jera.

Akhirnya, bukan jera yang dirasakan tapi malah dendam kepada si guru. Murid yang lainnya juga tidak jera melakukan kesalahan, tapi menunggu saat yang tepat melakukan pembalasan. Kelak saat murid-murid ini menjadi guru, mereka akan membalas dengan berlaku yang sama kepada murid-muridnya.

Begitulah perbuatan kita memarahi dan menegur orang di depan orang lain. Tidak menyelesaikan masalah, hanya membuat dendam. Anehnya, saat kita berkuasa, kita sering melakukan hal yang sama. Dan yang lebih aneh lagi, kita menganggap tindakan itu dan kita sendiri benar.

Mungkin saat marah, kita perlu diam sejenak dan berpikir jika kita melakukan kesalahan apa yang kita ingin orang lain lakukan kepada kita. Marah di depan umum atau mengajak serta orang tersebut di tempat sepi dan memberinya kesempatan untuk tidak mengulangi kesalahan tersebut tersebut?

Aduh........jika ada yang saya kenal membaca tulisan ini dan saya pernah marah di depan orang, maafkan saya. Saya tidak tahu apa saya bisa hidup untuk meminta maaf kepada Anda nantinya. (I learn this today)

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

1 comments:

comments
23 September 2008 at 10:40 delete

Butul itu. Mengungkit apalagi memuplikasikan kesalahan memang sama sekali tidak akan memperbaiki yang sudah rusak. Khususnya kalo si orang yang pernah melakukan kesalahan itu bukan tipe Forrest Gump yang bisa ndengerin apa aja yang keluar dari mulut orang lain. Ya, kalo tipe-tipenya kayak kita (aku dan kamu) publikasi kesalahan memang membuat kita patah semangat. Dan patut diingat, menyalahkan itu jauh lebih mudah dari pada membenarkan. Karena lebih mudah itulah hampir semua orang bisa menyalahkan orang lainnya. Sementara itu, tidak semua orang bisa membenarkan orang... Jadi, hanya sedikit di dunia ini orang yang tetap mau melihat kebaikan yang kita meski pada saat kita melakukan kesalahan...... well well well. BTW, welcome back to the blogosphere brother....

Reply
avatar