Cinta Itu Menyembuhkan

Setelah membaca posting saya beberapa hari lalu tentang Gadis Cemara Rupa-Rupa yang Rapuh, teman saya masih berusaha menyadari dan memahami bahwa dirinya mengalami gejala pecah kepribadian, yang kemudian berakibat munculnya beberapa kepribadian (multiple personalities).


Ia bercerita secara jujur setelah beberapa lama menutupi cerita itu. Banyak kepribadian yang bersemayam di dalam dirinya, yang kadang tidak bisa dia sadari dan dia pahami mengapa ia bisa seperti itu. Kadang dia melakukan sesuatu yang tidak dia sadari sepenuhnya. Ia melakukannya begitu saja.


Memiliki berbagai kepribadian dalam satu tubuh adalah semacam mekanisme pertahanan diri. Mekanisme pertahanan diri ini muncul sebagai reaksi atas sebuah kejadian yang traumatis, yang selalu melekat di dalam pikiran, yang tidak bisa dihapus dan selalu muncul pada suatu waktu tanpa disadari. Dia pun bercerita, dia punya trauma masa kecil, yang tak banyak orang yang tahu, bahkan sahabat dan semua orang di dekatnya. Pengalaman ini rupanya sangat kuat, sangat mencengkeram alam bawah sadarnya, dan merubuhkannya kadang-kadang.


Sebenarnya, rahasia ini adalah kunci yang bisa menyembuhkan dirinya. Rahasia ini harus diungkap dan harus dikunjungi ulang agar gambaran utuh bisa didapatkan sehingga tritmen lanjutan bisa diambil untuk memastikan kepribadiannya menyatu dalam satu tubuh. Gambaran ini kemudian dapat dijadikan titik awal utama yang bisa dijadikan patokan analisis kekacauan kepribadian yang menurut pengakuannya baru dia sadari ketika dia membaca posting saya kemarin.


Namun, entah mengapa dia masih saja mengelak, kadang, bahwa dia memang mengalami gejala kekacauan kepribadian. Saya tunjukkan, misalnya dengan menanyakan pernahkah dia merasa cemas dan takut tanpa diketahui sebabnya atau pernahkah dia merasa mengalami peralihan emosi dengan begitu cepat tanpa dia sadari dan pahami apa yang terjadi dan apa penyebabnya. Dia menunjukkan semua gejala itu.


Tentang alter ego (ego yang tercipta karena mekanisme perlindungan diri) atau aster ego (ego yang tercipta karena dia punya idola yang dia impikan untuk menjadi), dia mengaku tidak punya. Mudah-mudahan itu benar. Tapi alter dan aster ego tidak bisa dideteksi dari pengakuan orang bersangkutan, karena bisa saja dia melindungi alter dan asternya karena merasa hidup keduanya terancam. Jika aster dan alternya memang ada, tapi tidak disadarinya, itu akan sangat berbahaya. Apalagi jika dia mengalami gejala ketakutan dan neurosis akut, bisa jadi dia tidak bisa mengontrol dirinya sendiri.


Meskipun jauh dan tidak perlu dikaitkan, kita masih ingat kisah Ryan, yang lebih dikenal sebagai jagal dari Jombang. Pada suatu dia bercerita ketika melakukan pembunuhan di Margonda Depok dia melakukannya karena merasakan kecemburuan yang sangat akut terhadap si korban yang menurut Ryan hendak merebut kekasihnya, Noval. Bisa jadi, meski pernyataan ini tidak bisa dibuktikan tingkat keilmiahannya, ada kepribadian lain di diri Ryan yang merasakan kehidupannya terancam setelah si korban mendekati kekasih Ryan atau si Noval itu. Dengan kata lain, bisa jadi bukan Ryan yang melakukan pembunuhan berantai itu, mengingat Ryan juga seorang guru ngaji, tetapi kepribadian lainnya. Kemungkinan ini bisa saja, meski kemungkinannya sangat kecil sekali. Kok jadi kayak kriminologis ya? Atau apa kriminal?


Tapi satu hal yang melegakan saya sebagai temannya, dia tidak pernah melakukan hal berbahaya, baik ke luar dirinya atau ke dirinya sendiri. Setelah sesi curhat, kami sama-sama memutuskan sesuatu. Pembicaraan ini tidak akan dilanjutkan mengingat bisa jadi mengukir trauma yang lebih mendalam dan merusak. Juga, selain menunjukkan kepadanya tentang gejala itu, saya tidak bisa berbuat apa-apa. Terlibat lebih dalam pada pembicaraan menguak jiwa kadang sangat merepotkan, dan membuat ketagihan pada saat bersamaan. Juga ada risiko transferensi (hubungan lain yang mendalam yang akan terukir pada kedua orang bersangkutan. Atau bahasa gaulnya, jatuh cinta karena sering curhat).


Setelah posting kemarin, saya sudah tidak bisa memberikan penjelasan lagi tentang kondisinya. Tapi dia berjanji akan memberi tahu seandainya dia sudah bisa mengatasi semuanya.


Ada satu hal lagi yang membuat saya sedikit cemas, sampai sekarang dia masih teringat (dan dalam beberapa hal masih mencintai dan mengharapkan) kekasihnya yang dulu, yang dianggapnya sebagai belahan jiwanya, yang dicintainya tanpa harus ada alasan, yang disayanginya tanpa perlu tahu apa latar belakangnya, yang menjadi pangeran dalam mimpi yang dia rajut). Padahal beberapa bulan lalu, dia sudah punya orang lain, yang entah kenapa dia terima. Mungkin dia butuh pelindung. Mungkin dia butuh orang yang menyayangi dan mencintainya, meski dia harus kehilangan dirinya sendiri. Segurat jalinan cinta ini sebenarnya tidak baik, karena sebenarnya dia mencintai dirinya sendiri, bukan mencintai orang itu.


Dalam kesimpulan pembicaraan terakhir kami, dia mengatakan akan berusaha mencintai orang itu. Kemarin, dia bercerita dengan sangat bahagia tentang pasangannya itu dengan sangat gembira. Sepertinya dia bangga dan bahagia. Dia mulai mencintainya, dan mulai mengungkapkan semua yang dia simpan untuk sekian lama. Kelegaan luar biasa setelah menceritakan semuanya, curhatnya kemudian.


Mungkin mencintai dengan sebenarnya, ucapnya penuh bahagia, bukan cinta yang kau rasakan, tapi cinta yang kau usahakan. Saat kau berusaha mencintai seseorang dengan setulusnya, memberikan yang terbaik yang bisa kau berikan, berusaha sekuat-kuatnya, dan mempercayainya, cinta itu mungkin bisa menyembuhkan. Ya, cinta memang bisa menyembuhkan, simpulnya dengan senyum penuh keyakinan. Mungkin memang benar yang diucapkannya, cinta itu menyembuhkan (love heals).

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »