Sejarah Boikot: Dari Irlandia hingga Indonesia

sumber gambar: kompas.com
Charles Boycott begitu orang tuanya memberi nama. Dia adalah agen pentanahan yang bekerja untuk sang tuan tanah Lord Erne, yang tinggal di Lough Mask House di County Mayo, Irlandia.

Sekira tahun 1880, Lord Erne ditentang oleh para penyewa lahannya karena hanya menawarkan diskon 10% dari biaya sewa. Tahun itu hasil pertanian sedang buruk-buruknya. Para penyewa tak bisa menyewa lagi apabila biaya sewanya tidak diturunkan. Tawaran 10% itu ditampik, dan para penyewa pada bulan September tahun itu meminta diskon 25 %. Dan tentulah si tuan tanah menolak angka itu.

Sebagai orang yang berkepentingan, Charles Boycott turun gunung. Para penyewa lahan yang menolak hendak diusirnya dari lahan. Para penyewa lahan semakin keras, seiring makin kerasnya perlakuan Charles Boycott. Lama kelamaan, semua orang mengikuti sikap para penyewa lahan. Seiring berjalannya waktu, para pekerja di perkebunan, peternakan, dan rumahnya mogok bekerja. Charless Boycott pun terisolasi. Dia kesulitan mencari pekerja yang mau bekerja padanya untuk panen, mengurus peternakan, dan mengurus rumah.

Kala Generasi Sapu Tangan Berganti Generasi Tisu

Source: iqmaltahir.files.wordpress.com
Masih kuingat wajahnya yang berkeriput sebab menua. Juntaian rambut putih keluar sedikit dari kerudungnya yang tak tertutup sempurna. Tatapan matanya yang sayu selalu meneduhkanku. Senyumnya mengembang perlahan, tetapi menawan. Menyihirku hingga waktu yang lama.

Masih terekam jelas di benakku, saat dia mengeluarkan sapu tangan, lalu sejenak kemudian mengusap lembut ingus yang keluar dari hidung. Atau sesekali menyeka kotoran yang menempel di pelipis kanan.

Itulah nenekku, salah satu generasi pengguna sapu tangan terakhir yang masih kuingat. Mungkin semenjak generasinya menua, manusia Indonesia yang perlahan menuju generasi tisu tak lagi menjadikan sapu tangan sebagai bekal. Di saku-sakunya, tak lagi tersisip sapu tangan. Berganti dengan tisu-tisu, hape keluaran terbaru, headset, iPod, dan segenap peralatan canggih lain.

Generasi Penuh Luka

source: wikipedia.
Dalam novel Sepatu Dahlan yang ditulis apik oleh Khrisna Pabichara, ada satu adegan yang menurut saya selalu relevan untuk kita jadikan refleksi. Seusai salat Jumat pada 17 September 1948, Kiai Mursjid yang saat itu menjadi pimpinan Ponpes Sabilil Muttaqien sekaligus imam Tareqat Syatariyah, ditangkap oleh Laskar Merah yang terafiliasi langsung Front Demokrasi Rakyat. FDR ini adalah aliansi yang dibangun oleh mantan Perdana Menteri Amir Syarifuddin setelah kejatuhannya. Pada kemudian waktu, Muso salah satu tokoh PKI bergabung.

Tak rela sang Imam ditawan sendirian, Imam Paham salah satu muridnya meminta izin untuk diperbolehkan mendampingi pemimpinnya. Sejak saat itu, Kiai muda berkharisma bersama muridnya itu tidak pernah pulang lagi ke pesantren. Hilang misterius.

Definisi dan Arti: Nyinyir yang Menyinyir

Source: http://conq.me/
Setelah berpusing-pusing membahas latar belakang mengapa kita perlu mencari definisi suatu istilah sebelum berdebat (lihat posting sebelumnya: signifikansi definisi nyinyir, perlunya apa?), tibalah saatnya kita membahas arti kata Nyinyir itu sendiri. Ya, agar segera jelas kesimpangsiuran yang selama ini memanjang dan melebar.

Kurang afdhol rasanya membahas makna dan arti suatu kata, tanpa terlebih dahulu mengutip KBBI. Nah, menurut KBBI sendiri “nyinyir” masuk dalam rumpun adjektiva atau kata sifat, yang artinya: mengulang-ulang perintah atau permintaan; nyenyeh; cerewet.

Jadi, kalau sudut pandang kita hanya dari KBBI, ya kita salah memilih kata. Kalau panduan kita hanya KBBI, kita ternyata salah memilih kata nyinyir itu. Titik.

Lalu apa kata yang pas?

Signifikansi Definisi Nyinyir, Perlunya Apa?

Screenshot dari situs jonru.com
Pertarungan Pilpres setahun lalu menyisakan kegetiran yang masih belum tuntas. Cercaan, hinaan, komentar pedas, dan sindiran tajam berseliweran tanpa henti, baik di dunia nyata apalagi di dunia maya. Mungkin lebih dahsyat dari terpaan gelombang Laut Selatan (seakan-akan saya sudah pernah ke sana).

Parahnya, kedua belah pihak seakan makin tajam-tajamnya mengasah kelihaian mengolah kata. Pendukung presiden terpilih, yang sering disebut Jokowers, mencerca balik para haters dengan sindiran yang memang tak setajam silet tetapi mungkin setara belati. Tidak tajam betul, tetapi menyanyat dan tahan lama.

Jangan Kau Terus Pertahankan Lukamu

Source: ridhaintifadha.wordpress.com
Tergeragap di malam itu meyakinkanku. Baris-baris percakapan itu harus aku kunjungi lagi. Ya, serupa mengunjungi masa lalu. Harus aku baca lagi secara menyeluruh. Kerapuhan-kerapuhan yang menjadi bingkai tipis yang membungkus hati biarlah aku buka pada segala kemungkinan.

Hidup sudah mengajarkan: Keberanian adalah pintu gerbang menuju setiap kemungkinan. Sebagaimana halnya hari kemarin, kemungkinan paling buruklah yang paling menakutkan. Namun, bila kita berani menghadapinya, kita tidak akan bisa membuka mata, hati, dan diri pada kemungkinan paling baik: Penyembuhan dan kesembuhan diri.

Agar Bulir-bulir Nasi Mendoakanmu


Source: kulitkupat.blogspot.com
Sore itu berbondong-bondong para undangan menuju acara walimatul arsy. Kami berkelompok-kelompok kecil, lalu menuju sebuah tenda biru, yang didirikan dengan pipa-pipa yang sambungan lasnya kurang mulus. Warna keemasan akibat karat terlihat jelas.

Sebelum mengambil tempat  di alas terpal yang dihamparkan di atas tanah, kami bersalaman dengan sekompi penerima tamu. Tuan rumah menjadi salah satu di antaranya.

Usiaku saat itu masih sekira 15 tahunan. Ayah tidak bisa datang, sehingga mengutusku. Mungkin ayah hendak mengajariku bersosialisasi. Berdamai dengan keramaian. Atau memang ayah harus ke sawah, memeriksa air seperti yang biasanya dia lakukan.

Mengunjungi Luka


Source: http://bit.ly/1PcqJEJ
“Aku akan mengunjungi masa laluku. Membaca lagi semua catatan-catatan itu. Memperhatikan setiap gerakku dulu. Setiap petunjuk yang terlihat. Meresapi tindak-tandukku. Jangan-jangan luka itu aku yang mengundangnya” ujarnya serius.

Sirat matanya tajam. Dia tak pernah sebersungguh-sungguh ini, seingatku. Selama puluhan tahun aku mengenalnya, kupaham satu hal. Dia berusaha keras untuk berdamai dengan masa lalu itu, yang menurutnya mengganggu tidurnya setiap malam.

“Kau takkan takut menghadapi lukamu sendiri?” tanyaku. Dia masih diam. Susah berbicara dengan orang yang terlalu serius memandang hidup.

Karena Pantulan Itu Luka, Ucap Pemuda Itu

source: en.wikipedia.org/wiki/Narcissus_(mythology)
Tiresias didatangi oleh peri Liriope, dengan tergesa-gesa. Sang peri membawa serta anak hasil perkawinannya dengan dewa sungai Cephisus. Wajahnya pucat pasi. Terlihat benar kekhawatiran menggelayut di raut wajahnya yang entah mengapa tetap terlihat muda, meskipun sudah larut dimakan usia.

Nasib anak semata wayangnya membuatnya cemas sejauh ini. Seperti halnya anugerah lain, ketampanan anaknya bisa mengundang musibah, itu sumber ketakutannya. Dia takut anugerah itu mencabut usia anaknya itu lebih cepat.

“Jangan khawatir. Dia akan hidup lama, kecuali dia mengenal dirinya” ucap Tiresias sambil memegang tangan anak itu beberapa saat kemudian. Kepalanya sedikit mendongak ke atas. Wajahnya datar. Matanya menatap kosong, ah mungkin menerawang. Raut wajah Tiresias menyiratkan dia tahu akhir hidup anak itu. Tapi dia enggan memberi tahu.