Beberapa hari
lalu saat beranjangsana ke rumah seorang sahabat, Nur Abidin, yang sekaligus
CEO Thursina IIBS, sekolah Islam terkemuka di Indonesia, kami terlibat
percakapan intens tentang disrupsi. Disrupsi adalah kondisi di mana solusi lama
tak lagi efektif, mahal, dan kurang memuaskan dan digantikan solusi baru yang
mendobrak prinsip-prinsip lama.
Toko
konvensional digantikan oleh Tokopedia, Shopee, dll. Taksi umum dan ojek yang
layanannya kurang memuaskan dan biayanya tidak pasti digantikan Gojek. Toko
tiket digantikan Traveloka, Tiket.com, dll sebagainya.
Setiap industri
lambat laun akan terkena gelombang disrupsi seiring perkembangan teknologi. Artinya,
perubahan niscaya akan melanda, baik kita suka maupun tidak. Agar tetap relevan
dengan perkembangan dunia, kita juga perlu berubah. Perlu melompat ke dalam
gelombang perubahan.
Situasi yang terus berubah dan penuh ketidakpastian membawa ingatan ke obrolan lain dengan seorang konsultan pemasaran. Ia menyebut kondisi ini sebagai burning platform.
Apa itu Burning Platform?
Frasa "burning platform/platform
membara" muncul dari suatu kisah tentang terbakarnya suatu platform
pengeboran minyak lepas pantai pada tanggal 6 Juli 1988. Pada hari itu,
anjungan minyak Piper Alpha di North Sea meledak dan memicu kebakaran dahsyat
yang merenggut 167 nyawa. Jumlah kematian ini terbesar dalam kecelakaan lepas
pantai.
Penyebabnya: kurangnya perhatian yang
sebenarnya dapat dihindari. Sistem sederhana yang telah bekerja baik selama
satu dekade ternyata mengalami kegagalan fungsi. Ledakan itu sangat dahsyat.
Api melesat hampir 92 meter ke atas udara. Nyala apinya bisa dilihat dari jarak
sekitar 10 KM.
Saat ledakan terjadi, para pekerja
mengunci diri di sebuah ruangan di salah satu bagian anjungan. Harapan mereka:
api akan padam dengan sendirinya sebelum mencapai ruangan itu atau sistem
darurat akan menyelamatkan mereka. Saat tersadar bahwa rencana itu tidak akan
berhasil, tiga orang berjalan ke tepi platform lalu melihat ke bawah ke laut.
Bulu kuduk mereka berdiri melihat air yang sangat dingin dan keras.
Ada dua pilihan yang bisa mereka ambil: 1.
Tetap berada di platform itu dan berharap saja yang terbaik. 2. Lompat ke laut
dan mengambil risiko mengalami kematian akibat hipotermia.
Setelah berdiskusi, dua orang memilih
melompat. Meskipun cedera parah, keduanya berhasil bertahan hidup setelah
diselamatkan oleh operasi penyelamatan di tepi pantai. Pria yang memutuskan
tetap di berada peron meninggal akibat terbakar karena helikopter yang akan
menyelamatkannya tidak tepat waktu.
Bagi dua orang yang hidup itu, pilihannya
adalah melompat atau terbakar di dalam bara api. Mereka lebih memilih keputusan
"mungkin mati" daripada "pasti mati". Mereka tidak yakin
sebenarnya bahwa melompat itu tindakan benar. Namun, mereka tahu bahwa tetap di
platform itu salah karena platform sedang membara. Bagi yang tidak melompat, ia
pikir itu ide cemerlang. Sebab, ia yakin bisa keluar hidup-hidup dan ada orang
yang akan menyelamatkannya. Ternyata tidak ada.

Photo by Andy Watkins on Unsplash

Konkretnya?
Anggaplah organisasi kita berada di platform
membara tersebut. Apa yang perlu kita lakukan? Pertama, menurut hemat saya, kita harus menganalisis dulu apa yang harus dan sebaiknya dilakukan
untuk mencegah agar bisnis kita tidak mati terbakar. Kedua, mengomunikasikan hasil analisis dan keputusan. Tujuannya: semua anggota
tim harus dibuat sama-sama paham bahwa platform kita sedang terbakar.
Harapannya, keputusan organisasi bisa dipahami oleh sebagian besar orang.
Bila keputusannya adalah lompat dari
platform dan menaiki gelombang, kita perlu membawa perlengkapan yang diperlukan untuk memastikan kita
tidak mati sebelum terselamatkan gelombang atau ditemukan petugas.
Dalam konteks organisasi, kita perlu menguatkan
dan membangun kapasitas organisasi agar fondasi organisasi tetap kuat meskipun nanti
akan melompat menuju perubahan baru tersebut.
Selanjutnya, kita tinggal menaiki
gelombang serta sambil mencari peluang. Harapannya, kita bisa tiba di pesisir dengan selamat. Dengan kapasitas organisasi yang
telah kuat karena telah ditempa gelombang ganas lautan lepas, organisasi kita bisa
lebih kuat menyongsong perubahan.
Apa pun perubahan dan sebesar apa pun kekuatannya,
organisasi bisa tetap kuat dan tidak karam bila orang-orangnya menuju arah yang
sama. Itulah pentingnya #teamwork, #superteam, dan #leadership...