Salah satu
tetangga, sebut saja Robert, selalu menyimpan barang yang bahkan sudah tidak
dia perlukan. Baju misalnya. Baju masa kecilnya yang sudah robek tidak mau dia
buang atau diubah peruntukannya menjadi serbet misalnya.
Apa
penyebabnya?
Robert
pernah mengalami kesulitan ketika kecil. Ia pun jadi cemas saat membuang suatu barang
karena bisa jadi barang itu masih diperlukan. Itulah nilai. Nilai yang
kita internalisasi.
Nilai
semacam ini disebut juga nilai eksperiensial, menurut Viktor Frankl.
Lengkapnya,
Viktor Frankl mengategorikan nilai menjadi tiga.
1. Nilai pengalaman
(experiential).
2. Nilai kreatif
(creative).
3. Nilai sikap (attitudinal).
Nilai pengalaman itu berasal
dari pengalaman dan interaksi kita dengan dunia sekitar. Termasuk di dalamnya jalan-jalan
di hutan, momen mendalam, atau sekadar melihat senja.
Nilai
kreatif muncul dari tindakan mencipta—apa yang kita kontribusikan kepada dunia
melalui keterampilan, bakat, dan kerja keras. Misalnya, seperti menulis tulisan ini. Ini semacam
pengejawantahan dari nilai kreatif.
Nilai
sikap merujuk pada bagaimana respons kita terhadap penderitaan, kesulitan,
atau keadaan di luar kendali. Misalnya, kita harus bayar SPP anak, harus bayar
tagihan listrik, dan beli makanan kucing, sementara keuangan kita sedang tidak
stabil. Lalu, kita tersenyum dan mengumpulkan ketenangan untuk memecahkan
masalah ini.
Jadi, ada nilai yang kita petik lalu kita resapi
dan tanamkan di dalam diri, lalu kita pelihara untuk kemudian tumbuh menjadi
nilai eksternal. Nilai dari pengalaman itu kita semai lalu kita jaga dengan nilai
dari sikap dan menumbuhkan nilai kreatif, yang dengannya kita menciptakan nilai
atau create value. #insideout
Next
« Prev Post
« Prev Post
Previous
Next Post »
Next Post »
































Subscribe to:
Post Comments (Atom)