Diari Syukurku #6: Salah Sein dan Nyala Lilin

"Tadi aku ketemu ibu-ibu berdaster naik motor Mio. Sein-nya kiri, tapi beloknya kanan," kata seorang teman. "Betul-betul menyebalkan."

"Seharusnya?" tanyaku.

"Seharusnya ya sein kiri, ya belok kiri!" jawabnya sewot. "Kan bisa celaka yang di belakangnya."

Kejadian serupa juga aku alami pagi itu saat perjalanan ke Malang. Ada beberapa pengendara motor yang keliru menyalakan sein. Ada yang sein kiri tapi lurus, ada juga yang sein kiri tapi belok kanan. Anehnya, bukan hanya ibu-ibu, kali ini seorang bapak-bapak sekitar 30-an tahun. Dia mengendarai motor Vario merah yang agak kusam di tengah Jalan Suhat yang lumayan ramai.

Dulu, aku akan langsung mengecam. Sein adalah bahasa komunikasi di jalan. Jika komunikasinya melenceng, interaksi di jalan pun bisa kacau. Dampak terburuknya, bisa terjadi kecelakaan. Bukankah ada indikator sein di panel motor? Sebenarnya tidak sulit untuk mengeceknya.

Namun, satu kejadian mengubah sudut pandangku.

Pernah suatu waktu, aku lupa mematikan sein. Lampu sein itu terus menyala sepanjang Jalan Ronggowuni di Singosari. Tiba-tiba, seorang bapak-bapak berusia 50-an menyalip dan memberitahuku dengan suara yang lantang, "Mas, saya kasih tahu ya. Salah sein itu bisa membuat saya dan orang lain celaka. Kan sebenarnya gampang, dicek dan diperhatikan itu tanda di kilometer. Kalau nyala ya dimatikan!"

Penyebab seinku terus menyala sebenarnya sederhana: aku lupa.

Sejak kejadian itu, aku sadar. Tidak semua orang keliru menyalakan sein karena sengaja atau tidak tahu dampaknya. Sebagian dari mereka hanya lupa, seperti aku. Kenapa lupa? Karena kita manusia.

Setelah momen itu, aku bersumpah untuk selalu mengingatkan orang lain yang salah menyalakan sein dengan cara sederhana. Aku tidak lagi mengecam. Aku menganggap mereka sama sepertiku, bisa khilaf.

Caranya kini mudah: aku hanya membuka dan menutupkan lima jariku untuk memberi isyarat bahwa sein mereka menyala, lalu melanjutkan perjalanan.

Seperti kata orang bijak, kita bisa memilih mengutuk kegelapan, atau menyalakan lilin. Atau dalam kasus ini, kita bisa memilih mengutuk pengendara yang salah sein, atau menjadi pengingat yang berempati.

Aku bersyukur belajar itu.



Share this

Related Posts

Latest
Previous
Next Post »